Rahim Pengganti

Bab 38 "Luka yang Dirindukan"



Bab 38 "Luka yang Dirindukan"

0Bab 38     

Luka yang dirindukan     

"Kamu kenapa Sayang?" tanya Bian. Caca yang sedang memoles selai cokelat di rotinya menghentikan tindakannya.     

"Apanya yang kenapa?" tanya Carissa balik.     

"Kamu lebih diam dari biasanya."     

"Gak kok. Aku selalu seperti ini. Gak berubah jadi power rangers atau Batman," jawab santai Caca.     

Mendengar jawaban tersebut, semakin membuat Bian menghela napasnya berat, pria itu yakin istrinya itu masih marah akan kejadian semalam. Bian mencoba mendekati istrinya namun, di urukan ketika suara panggil telpon masuk.     

Tatapan mata Bian menatap ke arah Caca, terllihat jelas pria itu sedang ragu menjawab. Carissa sekilas menatap suaminya itu, laku tersenyum dengan begitu tegar.     

"Pergilah Mas. Della saat ini membutuhkan kamu," ucapnya dengan nada lembut.     

Bian mengecup dahi istrinya, lalu beranjak dari tempat tidur. Carissa hanya mampu melihat kepergian suaminya itu dengan perasaan hampa, ingin egois namun tak bisa. Setelah dirasakan cukup lama Bian pergi, Caca beranjak dari tempatnya masuk ke dalam kamar mandi.     

Pagi ini Caca akan berangkat ke kantor, sudah cukup waktu nya untuk istirahat. Dari pada dia harus berada di rumah, dan memikirkan hal yang membuatnya tidak nyaman mending Caca berada di kantor.     

***     

Senyum bahagia terpantri di bibir wanita itu, semua orang yang melihat Caca saling menyapa. Wanita yang terkenal sangat ramah itu, selalu bisa membuat orang lain nyaman. Tidak ada kesombongan sama sekali, gaya pakaian yang sederhana juga membuat orang orang nyaman berada di dekatnya.     

Pagi ini Carissa sedikit telat, mual dan muntah tadi pagi membuat wanita itu sedikit kesulitan. Untunglah minuman jahe buatan Bi Sumi berhasil membuatnya, lebih nyaman lagi.     

"Tumben mbak Caca telat," ujar Ayu.     

"Ha ha. Biasalah," jawab Carissa.     

Mendapatkan jawaban tersebut, membuat Ayu terpekik kuat. Wanita itu terus menggoda Carissa hingga lift itu terbuka. Caca dan Ayu naik ke lantai atas, saat ini wanita itu akan bertemu dengan Aldi asisten Bian. Entah apa urusan Ayu dan Aldi, Carissa juga tidak ingin tahu.     

"Kamu tahu gak. Pak Bian sama istrinya mesra banget," ucap seseorang dibelakang sana.     

"Iya. Aku lihat tadi, ya ampun. Mereka berdua couple best banget ya kan. Aku mau dong jadi istri kedua nya," jawab wanita lainnya.     

"Emang pak Bian mau. Terlihat jelas, kalau pak Bian itu sangat mencintai istrinya. Dan gak akan mungkin berpaling, loe lihat aja gimana pak Bian sama Ibu Della, duh romantis banget."     

Dada Carissa sesak mendengar ucapan yang terlontar dari mulut kedua orang di belakang sana. Rasanya saat ini dunia Carissa berhenti ditempat, ingin wanita itu berlari namun, dirinya ingat akan anak yang ada di dalam kandungannya.     

***     

Hari demi hari dilalui Carissa seorang diri. Bahkan kedua asisten rumah tangganya itu menahan iba kepada majikan nya itu. Bagaimana tidak, sudah dua Minggu Bian tidak berkunjung ke rumah Caca. Bahkan di kantor pun, Caca sangat jarang bertemu dengan suami nya. Selain pekerjaan kantor yang memang banyak, kegiatan Della dan Bian juga yang membuat pria itu tidak bisa menyempatkan dirinya untuk bertemu dengan Carissa.     

"Bi. Saya pergi dulu, nanti kalau Mas Bian datang. Jangan bilang kalau saya ke dokter ya," ucap Caca.     

Bi Susi hanya menganggukkan kepalanya, wanita paruh baya itu hanya bisa menatap Carissa kasihan. Mual dan munta yang dirasakan oleh Caca sangat parah, membuat wanita itu sering kali menangis dalam diamnya.     

Kehamilan seorang diri ini, membuat wanita itu hanya berjuang. Terkadang bi Susi mencuri curi waktu untuk menelpon Bian. Namun, tidak ada satu panggilan dari Bian yang tersambung.     

"Gimana keadaan anak saya dokter?" tanya Carissa.     

Wanita itu sudah duduk di dekat dokter Anya, yang menjadi dokter kandungannya. Wanita itu menghembuskan napasnya berat, menatap ke arah Carissa dengan tatapan sedih.     

"Saya sudah bilang, kan. Kalau kamu tidak boleh stres atau banyak pikiran. Ingat Ca, ibu hamil itu harus senang. Kenapa kamu tidak memikirkan ucapan saya. Apa yang kamu pikirkan, sehingga membuat kami seperti ini," ucap dokter Anya dengan nada penuh penekanan.     

Caca hanya menundukkan kepalanya, sebulir air mata menetes, membuat wanita itu segera mengusapnya. Dokter Anya meraih tangan Carissa, "kamu bisa cerita sama saya. Kamu sudah seperti adik saya sendiri, ingat kandungan kamu Ca. Dia masih sangat lemah, dia bisa merasakan apa yang kamu rasakan saat ini," lanjutnya.     

"Buat kamu bahagia Ca. Mungkin mereka tidak bisa, tapi saya yakin kamu bisa membuat diri kamu sendiri bahagia. Ada saya yang akan selalu membantu kamu," ucapnya lagi.     

Carissa mengangkat kepalanya, menatap dan tersenyum ke arah dokter Anya. Wanita itu mengucapkan banyak terima kasih, setidaknya masih ada orang lain yang peduli akan dirinya selain Siska dan kedua asisten rumah tangganya.     

***     

Sepanjang jalan, Bian mengeram kesal. Pria itu sudah melarang istrinya untuk berpergian apa lagi janin yang dikandung Della masih kecil. Namun, Della tidak peduli wanita itu masih tetap pergi bersenang-senang dengan teman temannya.     

Bian adalah tipe orang yang tidak bisa ditentang, ketika dirinya ditentang maka akan ada saja hal yang dilakukan oleh pria itu. Seperti saat ini, dirinya pergi ke Carissa karena kesal dengan Della. Saat sampai di rumah itu, Bian tidak menemukan Caca istrinya, membuat Bian semakin kesal.     

Pria itu berharap bisa bertemu dengan Caca, karena sudah lama tidak berjumpa malahan harus menerima jika istrinya tidak ada di rumah. Bian dengan kesal, menunggu istri nya itu, pulang hingga suara pintu di buka terdengar.     

Ceklek     

Carissa yang baru pulang dari rumah sakit, segera masuk ke dalam kamarnya. Dokter meminta Carissa untuk jangan banyak beraktivitas lebih, janinnya sangat lemah. Tidak bisa mendapatkan goncangan yang berlebihan.     

"Mas Bian," ucap Caca kaget. Bian yang mendengar namanya di panggi seketika membuka matanya dan segera memeluk istrinya.     

"Aku kangen kamu Sayang," bisik Bian sembari bibirnya mengecup bahu Caca. Pria itu mencoba membuka resleting bagian belakang baju Carissa.     

Tubuh Caca menengang mendapat perlakuaan tersebut. Bibir Bian sudah berhasil menyatu dengan bibir Carissa. Wanita itu mencoba menolak namun, Bian terus menyatu bibir mereka.     

"Mas aku lelah," ucap Caca. Sembari berjalan menuju, tempat tidur. Mendapatkan penolakan dari Carissa, membuat Bian tidak terima. Pria itu menarik lengan istrinya membawa Carissa ke dalam dekapannya dan memeluknya dengan erat.     

"Aku rindu kamu. Dan aku tidak akan melepaskan kamu Sayang," ucapnya.     

Tubuh Carissa sudah berada di atas tenpat tidur. Bian melemparkan ke atas sana, membuat Carissa memekik kuat. Wanita itu berusaha beranjak dari tempatnya, tapi tidak mampu karena kekuatannya tidak banyak.     

Cumbuan demi cumbuan yang diberikan oleh Bian membuat Carissa tidak bisa melawan suaminya itu, kabut gairah sudah merasuki Bian pria itu bahkan tidak sengaja menekan perut Caca. Rasa sakit itu membuat Caca memekik kuat.     

"Mas ... sakit," ucapnya dengan nada lirih namun, Bian masih sibuk bermain-main dengan kedua dada Carissa. Hingga akhirnya Bian merasakan sesuatu dibawa sana yang mengalir, Bian mengangkat badannya dan melihat darah seger mengakir dari sana. Hal itu membuat Bian terkejut, dan panik segera pria itu membawa istrinya sebelumnya Bian merapikan pakaian mereka.     

"Sayang bertahan," ucap Bian panik.     

"Mas ... anak kita ... selamatan dia," ucap Carissa dengan terbata bata, Bian tidak mampu mendengar ucapan Carissa karena sudah panik melihat kondisi istrinya.     

###     

Silakan hujat, Bian. Selamat membaca dan sehat terus buat kalian semuanya. Love you guys.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.